BIN.com NTT - Kebijakan Pemerintah RI dibawah komando Presiden RI Prabowo Subianto dan Wakil Presiden RI Gibran Raka Buming Raka terus menuai kritikan publik.
Mulai dari program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang terkesan dipaksakan tanpa kajian dan uji coba, kenaikan PPN 12%, kabinet gemuk yang bertentangan dengan semangat efisiensi anggaran, kinerja buruk ekonomi nasional di kuartal I 2025, perluasan peran militer dalam pemerintahan melalui pengesahan RUU TNI dan kebijakan-kebijakan strategis lainnya di bidang politik, hukum dan ekonomi.
Teranyar, Pemerintah RI disebut tengah menjalin kerjasama dengan CEO Microsoft Bill Gates untuk uji coba vaksin TBC di Indonesia, namun hal ini turut ditentang secara luas oleh Publik tanah air.
Akumulasi dari berbagai kebijakan kontroversial ini melahirkan gerakan massa melalui aksi Indonesia Gelap Jilid I dan II serta protes keras terhadap pengesahan revisi UU TNI yang turut dipertajam dengan berbagai Hastag #KaburAjaDulu, #IndonesiaCemas, #IndonesiaGelap, mengindikasikan meningkatnya sentimen krisis kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Menyikapi fenomena ini, Pengamat Kebijakan Publik Dr. Jhon Tuba Helan, S.H , M.H, mengajak masyarakat untuk cerdas berpolitik dengan melihat sebuah kebijakan secara objektif dari sisi negatif dan positifnya.
"Para pemimpin terpilih punya visi misi, apa yang digagas, dirancangkan untuk dilaksanakan dalam negara ini, kalau sudah keluarkan kebijakan, kita boleh berpartisipasi untuk memberikan masukan, mengkritisi kebijakan itu, kita sebagai warga negara harus mendukung, menjalani kebijakan itu sehingga tidak terjadi kekisruhan, kegaduhan. Setiap kebijakan ada segi plus, ada segi minus, kita berusaha mengkritisi segi minusnya agar diperbaiki, maka segi plusnya yg kita peroleh hasilnya" ungkap Jhon.
Mantan Dosen ini juga menghimbau masyarakat agar tidak menjadi alat politik untuk diprovokasi dan dimobilisasi menolak sebuah kebijakan tanpa alasan yang jelas.
"Rakyat menjadi yang utama dalam sebuah negara, hanya saja kita melaksanakan demokrasi dalam sebuah negara yang belum siap berdemokrasi. Demokrasi bisa berjalan baik kalau rakyatnya sudah cerdas dan sejahtera, sebagian besar rakyat kita masi memiliki keterbatasan, orang miskin dan buta huruf masih banyak sehingga pengetahuan mereka terhadap sebuah kebijakan masih terbatas sehingga sering dimobilisasi oleh elite politik untuk mendukung atau menolak kebijakan pemerintah sementara mereka sendiri tidak mengetahui secara benar kebijakan itu bermanfaat bagi rakyat atau tidak. Pemerintah mengeluarkan kebijakan tentu melalui kajian timnya dan ujung dari kebijakan itu adalah memberi manfaat bagi rakyat, oleh karena itu rakyat jangan mudah terprovokasi, jangan mudah dimobilisasi mengikuti kehendak para elite politik yang sementara argumentasi atau alasannya tidak jelas" jelas Jhon.
Diakhir wawancara, Jhon menyebut pro kontra adalah hal yang biasa dalam sebuah negara demokrasi, jika sudah ada kebijakan maka wajib didukung bersama seluruh elemen masyarakat.
"Berbagai kelompok dan elemen dalam negara ini punya pandangan berbeda-beda, ketika kita sudah melaksanakan hajatan demokrasi dan pemimpin yang kita harapkan sudah terpilih menjalankan kekuasannya periode 5 tahun maka segala program dan kebijakan pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah kita harus dukung dan perbedaan-perbedaan itu perlu kita tinggalkan masa kepemimpinan 5 tahun baru dievaluasi kembali. Pro dan kontra pasti terjadi dalam sebuah demokrasi, tidak mungkin semua punya pandangan pendapat yang sama, kalau terjadi perbedaan maka ada mayoritas dan minoritas, kita mengikuti yang mayoritas agar negara ini bisa dikelola dengan baik." Tutup Jhon.
Khnza Haryati
Social Header