BIN.com Denpasar | – Dunia jurnalisme kembali tercoreng oleh sikap tidak bertanggung jawab seorang yang mengaku direktur media, Warsito, dari PT. Berita Istana. Tanpa dasar yang kuat, ia menuduh beberapa media menyebarkan berita hoaks, padahal faktanya justru bertolak belakang dengan pernyataan resmi dari institusi Polri melalui Kapolda Bali. 8 juli 2025.
Tudingan Warsito bahwa berita terkait kasus intimidasi terhadap jurnalis di Denpasar adalah "fitnah" dan "rekayasa" tidak hanya menyesatkan, tapi juga memperlihatkan ketidaktahuannya akan etika jurnalistik. Lebih menyedihkan, pernyataannya justru mempermalukan profesi wartawan itu sendiri.
Faktanya, Kapolda Bali Mengakui Ada Intimidasi
Kapolda Bali, Irjen Pol Daniel Adityajaya, melalui Kabid Humas Polda Bali Kombes Pol Ariasandy, dengan tegas menyatakan bahwa oknum Polwan Propam Aipda Putu EA telah diperiksa dan dinonaktifkan sementara dari tugasnya karena dugaan intimidasi terhadap jurnalis Radar Bali, Andre S. Bahkan Aipda Putu EA dipindahkan ke Yanma untuk dibina.
Jelas, tindakan ini bukan isapan jempol, tapi bukti bahwa kasus tersebut nyata dan sudah diproses oleh aparat hukum. Lalu di mana letak "hoaks"-nya seperti yang ditudingkan Warsito?
" Polwan tersebut telah diperiksa dan dinonaktifkan sementara dari tugasnya di Propam,” tegas Kombes Pol Ariasandy.
" Kami proses sesuai aturan yang berlaku. Salah kita tegakkan, gak ada tebang pilih,” sambungnya menyampaikan pesan langsung dari Kapolda Bali.
Apakah Warsito tidak membaca atau pura-pura tidak tahu?
Ketika Tuduhan Warsito Gagal Logika
Warsito menuduh media menyebar hoaks, tapi tidak menyebutkan bukti, tidak mengajukan hak jawab, bahkan tidak melapor ke Dewan Pers. Alih-alih mengikuti mekanisme hukum dan etika pers, ia justru membuat berita tandingan di medianya sendiri—yang diduga tidak terverifikasi Dewan Pers—untuk menyerang media lain.
Hal ini memperlihatkan pola komunikasi yang tidak profesional dan menyerupai aksi pembunuhan karakter di ruang publik.
Apakah Warsito Sudah Lulus UKW? Apakah PT. Berita Istana Terverifikasi Dewan Pers?
Publik berhak bertanya:
Apakah Warsito pernah mengikuti dan lulus Uji Kompetensi Wartawan (UKW)?
Apakah PT. Berita Istana tempatnya bernaung terverifikasi Dewan Pers?
Jika jawabannya tidak, maka kredibilitas tuduhannya patut diragukan. Sebab menyebut media lain sebagai "bodrex", "bodong", dan "penyebar fitnah" tanpa legalitas dan sertifikasi adalah bumerang fatal yang justru bisa menjeratnya ke ranah hukum pidana dan perdata.
Kritik Sah, Tapi Jangan Fitnah
Media tempat Andre S bernaung, Radar Bali, justru telah menempuh jalur hukum yang benar:
Melaporkan pencemaran nama baik melalui UU ITE
Melaporkan intimidasi ke Ditreskrimum Polda Bali
Berkomunikasi dengan penyidik dan menyertakan dua saksi dan bukti digital
Sementara Warsito? Hanya bermodal opini liar tanpa dasar, lalu mempublikasikannya dengan nada menghasut.
Penutup: Media Bukan Alat Dendam Pribadi
Kami tidak anti-kritik. Tapi kritik yang sehat harus berbasis data dan etika. Jika Warsito merasa benar, tempuh jalur hukum, bukan media framing.
Karena jika terus bermain di ruang opini tanpa fakta, publik bisa saja menilai bahwa Warsito:
Panik karena media yang ia kelola mulai kehilangan kredibilitas.
Mencoba mengalihkan isu dengan menyerang media yang independen dan kritis.
Tidak mampu bersaing secara sehat dalam ekosistem jurnalisme modern.
Media adalah penjaga demokrasi, bukan alat untuk menutupi kegagalan sendiri.
Catatan
Kami siap membuka ruang hak jawab kepada Warsito atau PT. Berita Istana jika disampaikan secara tertulis dan sesuai dengan UU Pers. Namun jika tidak disertai bukti dan niat baik, maka semua opini fitnah akan kami lawan melalui jalur hukum dan etika jurnalistik.
Khnza Haryati
Social Header